Daftar Blog Saya

Followers

PRIBADIKU

Foto saya
Semarang, Semarang, Indonesia
JANGANLAH MENUTUP-NUTUPI SUATU KEBENARAN APA BILA ITU ADA DI AGAM AKLIAN, DAN JANGAN PERNAH MALU UNTUK MENGIKUTI KEBENARAN WALAU JIWA RAGA KITA TARUHANYA. "HIDUP MILIA (MENGIKUTI KEBENARAN) ATAU MATI DENGAN SYAHID"
Misbah. Diberdayakan oleh Blogger.

CATATAN

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu maka dengan lisannya. Dan kalau juga tidak mampu maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman”.(hadis Rasulullah Saww)

Kamis, 13 Januari 2011

Hadis Keutamaan Mencintai Ahlul Bait ; Menggugat Syiahphobia Di Kalangan Para Ulama.



Sudah seharusnya kita sebagai umat Islam mencintai Ahlul Bait. Hal yang menurut saya disepakati oleh kedua golongan, baik islam Sunni maupun Syiah. Dan seringkali kita mendengar orang-orang yang mengaku kalau mereka mencintai Ahlul Bait. Sebuah pengakuan tentu bisa diterima sampai ada bukti yang menunjukkan hal sebaliknya. Tetapi patut disayangkan ada pihak-pihak yang sepertinya menunjukkan sinisme terhadap keutamaan-keutamaan Ahlul Bait. Saya pribadi tidak begitu mengerti mengapa muncul gejala seperti ini. Pembahasan berikut adalah contoh yang cukup untuk mewakili betapa sinisme itu telah menjangkiti para Ulama hadis.
Hadis berikut menunjukkan betapa besar anugerah yang dilimpahkan kepada mereka yang mencintai Ahlul Bait Alaihis Salam.

حدثنا عبد الله حدثني نصر بن علي الأزدي أخبرني علي بن جعفر بن محمد بن علي بن الحسين بن علي حدثني أخي موسى بن جعفر عن أبيه جعفر بن محمد عن أبيه عن علي بن حسين رضي الله عنه عن أبيه عن جده ان رسول الله صلى الله عليه و سلم أخذ بيد حسن وحسين رضي الله عنهما فقال من أحبني وأحب هذين وأباهما وأمهما كان معي في درجتي يوم القيامة

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Nashr bin Ali Al Azdi yang berkata telah mengabarkan kepadaku Ali bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali yang berkata telah menceritakan kepadaku saudaraku Musa bin Ja’far dari  Ayahnya  Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya dari Ali bin Husain radiallauhuanhu dari Ayahnya dari Kakeknya bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menarik tangan Hasan dan Husain radiallahuanhuma dan bersabda “Barangsiapa mencintai Aku dan mencintai kedua Anak ini serta Ayah dan Ibunya maka dia akan bersama dalam derajatku pada hari kiamat”.
.
Hadis ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad1/77 no 576, diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi 5/641 no 3733, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/289 dan diriwayatkan Ath Thabrani dalam Mu’jam As Saghir 2/163 no 960.
Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad no 576 berkata
Sanadnya Hasan. Mengenai Ali bin Ja’far tidak ada seorang Ulama pun yang menilainya cacat ataupun menilainya tsiqah. Saudaranya Musa adalah Musa Kazhim.
Imam Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi no 3733 berkata

قال ابو عيسى هذا حديث حسن غريب لا نعرفه من حديث جعفر بن محمد إلا من هذا الوجه

Abu Isa berkata “Hadis Hasan gharib, kami tidak mengetahui hadis Ja’far bin Muhammad ini kecuali hanya dari sanad ini”
Hadis di atas telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqah dan selain Nashr bin Ali Al Azdi semua perawi lainnya adalah keturunan Ahlul Bait. Nashr bin Ali adalah perawi yang tsiqah sebagaimana disebutkan dalam At Tahdzib jilid 10 no 781 bahwa beliau telah dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim, An Nasa’i dan Ibnu Kharasy. Dalam At Taqrib2/243 Ibnu Hajar dengan jelas menyatakan kalau Nashr bin Ali adalah seorang yang tsiqah. Disebutkan dalam At Tahdzib jilid 10 no 781 bahwa Nashr bin Ali Al Azdi mendapat hukuman dari khalifah Al Mutawakil ketika beliau menyebutkan hadis ini.

وقال أبو علي بن الصواف عن عبد الله بن أحمد لما حدث نصر بن علي بهذا الحديث يعني حديث علي بن أبي طالب أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذ بيد حسن وحسين فقال من أحبني وأحب هذين واباهما وأمهما كان في درجتي يوم القيامة أمر المتوكل بضربه ألف سوط فكلمه فيه جعفر بن عبد الواحد وجعل يقول له هذا من أهل السنة فلم يزل به حتى تركه

Abu Ali bin Shawaf berkata dari Abdullah bin Ahmad “ketika Nashr bin Ali menyebutkan hadis Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW menarik tangan Hasan dan Husain radiallahuanhuma dan bersabda “Barangsiapa mencintai Aku dan mencintai kedua Anak ini serta Ayah dan Ibunya maka dia akan bersama dalam derajatku pada hari kiamat”. Maka Al Mutawwakil memerintahkan untuk mencambuknya seribu cambukan. Kemudian Ja’far bin Abdul Wahid berbicara kepada Al Mutawakil “orang ini dari Ahlus sunnah” setelah itu baru Nashr dilepaskan.
Hal ini patut diherankan. Mengapa Nashr bin Ali mendapat hukuman seperti itu?. Apakah hanya karena ia menyebutkan hadis tersebut?. Ada apa dengan hadis tersebut?. Bukankah hadis tersebut menceritakan tentang keutamaan Ahlul Bait dan ganjaran bagi para pecintanya. Yah atau mungkin Al Mutawwakil juga mengidap penyakit Syiahphobia sehingga hanya dikarenakan Nashr meriwayatkan hadis tersebut maka ia dianggap Rafidhah. Hal ini diisyaratkan oleh Al Khatib dalam Tarikh Baghdad.
Al Khatib menyebutkan dalam Tarikh Baghdad 13/289

إنما أمر المتوكل بضربه لانه ظنه رافضيا فلما علم أنه من أهل السنة تركه

Sesungguhnya Al Mutawwakil memerintahkan untuk menghukum Nashr karena ia menyangka Nashr seorang Rafidhah tetapi setelah ia mengetahui kalau ia adalah ahlussunnah maka hukuman tersebut dihentikan.
Satu-satunya yang dipermasalahkan oleh mereka Ulama hadis yang mempermasalahkan hadis ini adalah Ali bin Ja’far. Adz Dzahabi berkata tentang Ali bin Ja’far dalam Mizan Al ‘Itidal 2/220 no 5799

ما هو من شرط كتابي ، لانى ما رأيت أحدا لينه ، نعم ولا من وثقه ، ولكن حديثه منكر جدا ، ما صححه الترمذي ولا حسنه

Dia tidak memenuhi syarat dalam kitab kami, karena kami tidak mendapati seorang ulamapun yang menyatakan dia cacat dan tidak juga yang mengatakan ia tsiqah akan tetapi hadis riwayatnya sangat mungkar (munkar jiddan). Tirmidzi tidak menshahihkan hadisnya dan tidak pula menyatakan hasan.
Ada beberapa catatan yang patut diberikan terhadap komentar Adz Dzahabi. Memang dalam sebagian naskah Sunan Tirmidzi tidak disebutkan adanya pernyataan bahwa hadis tersebut hasan tetapi dalam Sebagian naskah yang lain pernyataan tersebut jelas-jelas disebutkan. Syaikh Ahmad Syakir telah memberikan penjelasan soal ini dan dalam Sunan Tirmidzi Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir didapatkan pernyataan Tirmidzi yang menghasankan hadis tersebut. Begitu pula Al Mubarakfuri dalamTuhfatul Ahwazi Syarh Sunan Tirmidzi juga menegaskan bahwa Tirmidzi menghasankan hadis Imam Ali bin Ja’far. Bahkan Syaikh Al Albani sendiri yang walaupun menolak hadis ini tetap mengakui kalau Tirmidzi menghasankan hadis tersebut dalam Sunan Tirmidzi tahqiq beliau. Kemudian pernyataan Adz Dzahabi terhadap Ali bin Ja’far adalah suatu bentuk kecerobohan yang sangat. Entah mengapa nama besar Ali bin Ja’far yang dikenal dengan sebutan Imam Uraidhi kredibilitasnya tidak dikenal oleh ulama hadis sekaliber Adz Dzahabi. Untunglah dalam hal ini Ibnu Hajar masih lebih baik, ia berkata dalam At Taqrib 1/689

علي بن جعفر بن محمد بن علي بن الحسين بن علي أبو الحسن العلوي أخو موسى مقبول

Ali bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali Abul Hasan Al Alawiy saudara Musa, maqbul (diterima hadisnya)
Bagi saya ini pun adalah salah satu bentuk sinisme yang ringan dari Ibnu Hajar. Walaupun pernyataan maqbul berpredikat ta’dil tetap saja kedudukannya berada di bawah tsiqat ataupun shaduq. Bisa dibilang itu adalah ta’dil paling rendah dari Ibnu Hajar. Bukankah Imam Ali bin Ja’far Al Uraidhi adalah Imam Ahlul Bait dimana hampir semua Ulama Ahlul Bait di Hadhramaut adalah keturunan beliau. Sungguh saya tidak mengerti mengapa Nashr bin Ali Al Azdi jauh lebih dikenal ketsiqahannya dibanding Ali bin Ja’far. Inikah kecintaan kepada Ahlul Bait?. Imam Ali bin Ja’far yang merupakan Ulama keturunan Rasulullah SAW dipandang sebelah mata oleh Adz Dzahabi dan tidak hanya itu dengan mudahnya ia berkata bahwa hadis Imam Ali bin Ja’far sangat mungkar. Padahal sudah jelas diketahui dalam Kutub As Sittah kalau hadis Ali bin Ja’far cuma satu ini yang itupun dinyatakan sangat mungkar. Saya pribadi tidak tahu dimana letak kemungkarannya, justru pernyataan Adz Dzahabi itu merupakan kemungkaran yang nyata.
Ceritanya tidak berhenti sampai disini, ternyata komentar Adz Dzahabi ini menjadi panutan bagi para ahli hadis setelahnya terutama para Salafiyun. Di antara mereka ada Syaikh Syu’aib Al Arnauth yang mendhaifkan hadis Imam Ali bin Ja’far dalamSyarh beliau terhadap Musnad Ahmad no 576. Begitu pula Bashar A’wad Ma’ruf Pentahqiq Kitab Tarikh Baghdad 15/390 no 7207 yang mendhaifkan hadis ini dengan bersandar pada pernyataan Adz Dzahabi dalam As Siyar 3/117 “hadis ini sangat mungkar (munkar jiddan)”. Dan tentu masih berkali-kali Syaikh yang sama yaitu Syaikh Al Albani yang mendhaifkan hadis ini di tiga tempat yang dapat saya temukan. Pertama beliau memasukkan hadis ini dalam Dhaif Sunan Tirmidzi hal 504, Dhaif  Jamius Shaghir no 5344 dan dalam kitab monumentalnya Silsilah Ahadis Ad Dhaifahno 3122 dimana ia berkata “hadis mungkar”.
Mereka yang mendhaifkan hadis ini telah keliru, karena tidak ada alasan sedikitpun menyatakan hadis tersebut dhaif. Mereka tidak dapat menunjukkan satupun cacat terhadap Imam Ali bin Ja’far sedangkan kata-kata munkar jiddan Dzahabi adalah penilaian pribadinya terhadap isi hadis tersebut yang mungkin baginya keutamaan ahlul bait dan para pecinta Ahlul bait adalah sesuatu yang mungkar, Just Syiahpobhia. Bukankah di kalangan ahli hadis suatu hadis disebut munkar jika hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi dhaif dan bertentangan dengan hadis perawi tsiqat atau shahih. Kalau begitu maka mengapa Adz Dzahabi tidak menampilkan sedikitpun hadis yang bertentangan dengan hadis Imam Ali bin Ja’far. Tentu saja klaim seperti itu tidak bernilai sedikitpun dan bagi saya itu tampak seperti sebuah celaan terhadap Imam Ali bin Ja’far Al Uraidhi padahal cuma ini satu-satunya hadis Imam Ali bin Ja’far yang ada dalam Kutub As Sittah
Untunglah tidak semuanya seperti mereka, Tirmidzi telah menghasankan hadis tersebut dalam kitab Sunan Tirmidzi no 3733 tidak seperti yang dikatakan Adz Dzahabi yang terburu-buru mengatakan kalau Imam Tirmidzi tidak menghasankan hadis Imam Ali bin Ja’far. Al Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwazi Syarh Sunan Tirmidzino 3885 juga menyatakan kalau hadis ini hasan. Begitu pula Syaikh Ahmad Syakir telah menyatakan hadis ini hasan dalam Musnad Ahmad no 576. Sebenarnya hadis tersebut Shahih dan tidak diragukan lagi kalau Imam Ali bin Ja’far adalah tsiqah. Bukti akan ketsiqahan Imam Ali bin Ja’far adalah telah meriwayatkan dari beliau para perawi tsiqah diantaranya Nashr bin Ali dan Salamah bin Syabib. Dalam At Taqrib1/377 Ibnu Hajar menyatakan bahwa Salamah bin Syabib tsiqat. Jadi Imam Ali bin Ja’far dinyatakan tsiqat dengan alasan
  • Beliau adalah seorang Imam keturunan Ahlul Bait
  • Telah meriwayatkan darinya para perawi tsiqat dalam hal ini telah ditunjukkan diantaranya Nashr bin Ali Al Azdi dan Salamah bin Syabib
  • Tidak ada satupun jarh atau cacat yang ditujukan kepada Beliau
Ketiga alasan ini sudah cukup untuk menyatakan beliau sebagai perawi tsiqat dan hadisnya Shahih. Sedangkan sinisme-sinisme yang beraroma Syiahpobhia tidak layak disematkan kepada Imam Ali bin Ja’far Al Uraidihi. Saya akhiri tulisan ini dengan kesimpulan Hadis Imam Ali bin Ja’far Al Uraidhi adalah Shahih.
Salam Damai

Tidak ada komentar:

Nasehat-Nasehat

1.Sedapat-dapatnya berpuasalah setiap hari Senin dan Kamis. 2.Shalat lima waktu tepat pada waktunya, dan berusahalah shalat Tahajjud. 3.Kurangilah waktu tidur, dan perbanyaklah membaca Al-Qur’an. 4.Perhatikan dan tepatilah sungguh-sungguh janji Anda. 5.Berinfaklah kepada fakir-miskin. 6.Hindarilah tempat-tempat maksiat. 7.Hindarilah tempat-tempat pesta pora, dan janganlah mengadakannya. 8.Berpakaianlah secara sederhana. 9.Janganlah banyak bicara dan seringlah berdo’a, khususnya hari Selasa. 10.Berolahragalah (senam, marathon, mendaki gunung dan lain-lain). 11.Banyak-banyaklah menelaah berbagai buku (agama, sosial, politik, sains, falsafah, sejarah, sastra dan lain-lain). 12.Pelajarilah ilmu-ilmu tehnik yang dibutuhkan negara Islam. 13.Pelajarilah ilmu Tajwid dan Bahasa Arab, serta perdalamlah. 14.Lupakan pekerjaan-pekerjaan baik Anda, dan ingatlah dosa-dosa Anda yang lalu. 15.Pandanglah fakir-miskin dari segi material, dan ulama dari segi spiritual. 16.Ikuti perkembangan umat Islam.